Senin, 08 Oktober 2012

Apa iya saya begitu?

(Bahan refleksi terhadap pandangan sikap dan perilaku pria dan wanita)




1. Each individual is either man or woman, male or female (Bessler)
Perkataan Bessler di atas menunjukkan bahwa pria dan wanita mempunyai karakter-karakter tertentu yang membuat mereka “berbeda”. Perbedaan tersebut terlihat pada hal-hal fisis dan psikologis.

Teori pertama yang menjelaskan adanya perbedaan pria dan wanita mengatakan bahwa perbedaan pria dan wanita merupakan perbedaan kodrati. Jadi perbedaan-perbedaan tersebut merupakan sifat bawaan yang diperoleh sejak kelahiran.


Aristoteles seorang penganut teori ini mengatakan bahwa struktur biologis manusia mempengaruhi struktur psikologisnya. Perbedaan struktur biologis itulah yang menentukan perbedaan sifat antara pria dan wanita. Sebagai contoh, struktur biologis pria memberi hidup baru atau mengakibatkan terjadinya hidup baru, maka pria bersifat aktif dan agresif. Sedangkan struktur biologis wanita penyiapkan tempat bagi terjadinya hidup baru, maka wanita bersifat pasif dan reponsif. 


Teori kedua berlawanan dengan teori pertama, teori ini mengatakan bahwa perbedaan antara pria dan wanita bukan merupakan perbedaan kodrati. Tetapi perbedaan-perbedaan tersebut terjadi karena pengaruh lingkungan kebudayaan. Jadi perbedaan-perbedaan itu merupakan suatu kebetulan saja menurut waktu dan lingkungan hidup seseorang. Penganut teori ini antara lain Margaret Mead.


Margaret Mead misalnya mengatakan bahwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan “Tabula Rasa” atau seperti “Pita Kosong”, ke dalam kaset kosong ini terekamlah pengaruh-pengaruh kebudayaan tertentu, pendidikan tertentu, dsb. Hasil-hasil rekaman itulah yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan pria dan wanita.


Teori-teori di atas sebenarnya tidak perlu dipisah-pisahkan. Perkembangan seorang menjadi pria dan wanita, sebenarnya merupakan produk dari interaksi, sekurang-kurangnya dari tiga proses yang saling berinterrelasi, yaitu antara lingkungan dalam seseorang (fisiologis), lingkungan sosio-kultural seseorang, dan perkembangan kemajuan seseorang (psikologis) dari lahir dan seterusnya.


Artinya bahwa perbedaan pria dan wanita bukan karena pengaruh faktor-faktor fisis saja atau hanya karena faktor-faktor psikologis saja atau bukan merupakan hasil dari sosialisasi saja. Melainkan perbedaan antara pria dan wanita merupakan hasil inter-relasi dari pengalaman-pengalaman dalam diri manusia dan pengalaman-pengalaman luarnya (inner and outer experience), dari menjadi feminin atau maskulin, yang berkembang dalam sistem sosial (keluarga dan masyarakat), dari lahir sampai mati.


Oleh karena itu perbedaan-perbedaan antara kedua jenis seks sebenarnya tidak absolut, dan berbeda dari individu ke individu, dari satu tempat ke tempat lain, dan berubah-ubah dari satu masa ke masa lain.

Perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita yang ditulis dalam buku ini dikumpulkan dari buku-buku dalam daftar kepustakaan pada halaman akhir. Yang ditulispun sebagian kecil saja, hanya tentang perbedaan-perbedaan yang menyangkut pandangan, sikap, dan tingkah laku.

Perbedaan yang paling pokok antara pria dan wanita pada umumnya terletak pada dominasi ratio dan emosi. Dikatakan bahwa pria lebih rasional, wanita lebih emosional dan intuitif. Hal ini tidak berarti bahwa pria tidak mempunyai perasaan (emosi), dan wanita tidak mempunyai ratio. Tetapi perasaan pria lebih diserap oleh logika dan intelek wanita lebih banyak menunjukkan tanda-tanda emosional.


Pengaruh dominasi ratio dan emosi antara lain terhadap fungsi sekundaris. Fungsi sekundaris adalah tanggapan-tanggapan yang tidak disadari atau yang berada di bawah sadar yang lama sekali mempengaruhi fungsi pikiran, perasaan dan perbuatan manusia. Hal tersebut akan berakibat pada lama pendeknya pengaruh nilai perasaan dari pengalaman-pengalaman terhadap struktur kepribadian manusia.


Dikatakan, bahwa nilai perasaan dari pengalaman-pengalaman pada umumnya lebih lama mempengaruhi struktur kepribadian wanita daripada terhadap struktur kepribadian pria. Bagi wanita umpamanya, kejadiaan-kejadian penting yang diperoleh dari keluarga, lingkungan, yang mengandung unsur emosionalitas yang kuat, seperti trauma-trauma yang dialami selama masa anak-anak akan sangat lama mempengaruhi wanita. Sehingga segenap pengalaman wanita yang sekarang selalu dibanding-bandingkan dengan pengalaman masa lalu di masa mudanya.


Dominasi ratio dan emosi mempengaruhi pula minat terhadap hal-hal teoretis dan abstrak, praktis dan konrit. Wanita lebih tertarik pada hal-hal praktis dan segi-segi kehidupan yang konkrit, segera dan langsung. Misalnya wanita lebih tertarik pada hal-hal rumah tangga, kehidupan sehari-hari dan kejadiaan-kejadiaan di sekitar rumah tangga yang membutuhkan pikiran, perhatian, dan tanggapan yang segera dan langsung. Pria bukannya tidak tertarik pada hal-hal tersebut. Pria tertarik apabila hal-hal itu mengandung latar belakang teoretis yang membutuhkan pemikiran lebih lanjut, atau bila hal-hal tersebut cocok dengan minat dan mempunyai kaitan dengan dirinya.


Minat terhadap hal teoretis dan abstrak menyebabkan pria memperhatikan sesuatu pada hal-hal yang esensial. Pria memperhatiakn sesuatu lebih kritis untuk mencoba membedakan antara yang inti, pokok dan utama dengan hal-hal yang kurang pokok. Sehingga pria condong akan meninggalkan hal-hal yang tidak pokok. 
Wanita memperhatikan sesuatu secara detail, teliti dan akurat. Tak ada hal-hal kecil yang akan dilupakan oleh wanita. Tetapi oleh karena itu, wanita hampir-hampir tak membedakan antara yang inti dan yang tidak pokok.

Pada umumnya pria menghadapi sesuatu dengan penuh pertimbangan dan perhitungan. Akibatnya pria banyak kali bimbang dalam mengambil keputusan dan lamban dalam bertindak. Sedangkan wanita sebaliknya. Apabila ia telah memutuskan dan telah merencanakan untuk melaksanakan sesuatu, pada umumnya ia tak banyak berbimbang hati lagi untuk melaksanakan langkah-langkah selanjutnya. Dengan teguh, berani serta penuh entusiasme ia akan membela, memperjuangkan sikap dan pendiriannya.

Bila ada hal-hal yang kurang beres dan hal-hal tersebut tidak cepat diselesaikan umpamanya, pria bisa tenang menunggu. Wanita gampang menjadi tegang, bingung, takut, kecil hati dan impulsif. Pada hal-hal seperti itu wanita membutuhkan bantuan, dukungan dan perlindungan sehingga kadang-kadang wanita kecewa terhadap pria, umpamanya suami, yang nampaknya tidak tanggap dan reaksinya lamban.

Oleh karena penuh pertimbangan dan perhitungan, pria nampak lebih reserved dan tidak spontan dalam pergaulan. Wanita nampak lebih mudah keluar dari dirinya, terbuka dan spontan terhadap orang lain.

Keterlibatan wanita terhadap masalah orang lain misalnya, lebih besar daripada pria. Namun wanita menghadapi perkara orang lain tersebut dengan simpati. Sehingga wanita gampang memihak dan menghadapi perkara orang lain secara totaliter, didorong oleh afeksi dan sentimen yang bersifat subjektif.

Oleh karena itu, di satu pihak wanita akan memberikan seluruh kepribadiannya kepada orang lain. Tetapi di lain pihak bila ia kecewa, kecewanya dalam sekali. Atau jika seorang wanita tidak menyukai dan membenci seseorang, umpamanya, wanita cenderung menolak, menghukum, mengadili semua tingkah laku orang yang dibencinya. Semua yang keluar dari orang itu, baik atau buruk akan diterima dnegan prasangka dan antipati.


Pria menghadapi perkara orang lain lebih empatik sehingga ia tak gampang memihak serta mencampuri perkara orang lain. Dengan pertimbangannya pria bisa lebih objektif dan membuat garis pemisah yang lebih jelas antara kehidupan psikis dan kehidupan indrawi, antara interese pribadi dan kewajiban yang formal sehari-hari. Pria bisa membedakan antara person/pribadi orang yang melakukan sesuatu dengan tingkah laku dan perbuatan orang itu. Sehingga dalam menghadapi sesuatu pria dapat lebih otonom. Dan ia tetap netral dan bebas sebagai peninjau, penilai, dan penasihat terhadap masalah orang lain.


Wanita akan menyerahkan dirinya secara total, dengan seluruh jiwa dan raganya terhadap keluarga: suami, anak, dan anggota keluarga yang lain. Dan bila berhadapan dengan penderitaan yang sifatnya laten, terutama penderitaan-penderitaan suami, anak-anak dan keluarganya, wanita akan tabah sekali. 
Sedangkan pria, sambil memperhatikan orang-orang yang dicintai: isteri, anak-anak dan anggota keluarga yang lain, pria pun akan secara bulat memperhatikan, memikirkan dan bergulat dengan cita-cita dan pekerjaannya. Di samping keluarga pekerjaan bagi pria merupakan hal yang nomor satu pula. Pria hidup untuk pekerjaannya. Sebaliknya wanita hidup untuk keluarganya.

Pandangan wanita terhadap dunia lebih riil daripada pria. Wanita memandang dunia dan hidup apa adanya. Pria menganggap dunia sebagai obyek, sebagai ruang untuk bekerja dan berprestasi. 
Berkaitan dengan ini pria lebih cenderung berperan sebagai subyek, memerintah dan mengontrol dunia ini. Pokoknya pria akan berperan aktif di dunia ini sebagai pengambil inisiatif untuk memberikan stimulan dan pengarahan bagi kehidupan. Maka kegiatan pria lebih bersifat ekspansif dan agresif, penuh daya serang untuk menguasai situasi dan ruang lingkup hidupnya. Wanita di pihak lain biasanya tidak agresif. Wanita lebih pasif. Peran wanita di dunia lebih sebagai pelindung, pemelihara, penjaga barang-barang dan manusia lain. Sehingga fungsi keibuan wanita tidak hanya terhadap manusia, tetapi juga terhadap barang-barang. 

Pandangan dan sikap pria dan wanita terhadap dunia seperti tertulis di depan sebenarnya lebih berupa pandangan dan sikap yang diperoleh dari stereotip kebudayaan. Namun pandangan tersebut mempengaruhi sefl-esteem dan self-confident serta ketakutan terhadap sukses di antara pria dan wanita.


Dikatakan bahwa self-esteem dan self-confident wanita lebih rendah daripada self-esteem dan self-confident pria. Tingginya self-esteem dan self-confident wanita sangat tergantung pada penghargaan dan restu yang diperoleh wanita dari orang-orang yang dicintai dan dihormatinya. Sedangkan tingginya self-esteem dan self-confident pria sangat tergantung pada prestasi yang diperoleh.


Sementara itu ketakutan terhadap sukses pun lebih tinggi pada wanita daripada pria. Salah satu faktor penyebabnya pun adalah faktor tereotip kebudayaan, di mana kesuksesan yang lebih harus diberikan kepada pria, baru sesudahnya kepada wanita. Dalam kompetisi keunggulan dan prestasi antara pria dan wanita, wanita lebih senang memilih mengalah daripada menang terhadap pria.


Pandangan bahwa pria adalah subjek yang mengatur dan mengontrol dunia mempunyai dampak pula terhadap minat dan pekerjaan. Pria cenderung lebih berminat terhadap politik daripada wanita. Wanita cenderung memilih pekerjaan-pekerjaan yang banyak mengandung unsur relasi emosional seperti misalnya menjadi guru, perawat, pekerja sosial, dokter, bekerja dalam bidang seni dan lain-lain.


Dalam aktivitas hidup sehari-hari wanita lebih sibuk dari pria. Wanita sebenarnya membenci kehambaran. Untuk waktu luangnya wanita akan sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan ringan misalnya: menyulam, merajut, membuat kue, menanam bunga dan lain-lain. Pria sebaliknya pada waktu senggangnya, ia lebih memilih istirahat. 
Pria/suami lebih suka melakukan kegiatan daripada bicara. Sedangkan isteri lebih suka pembicaraan yang intim, dari hati ke hati. Bagi isteri pembicaraan dari hati ke hati memberi kepuasan emosi. Sedangkan bagi suami bila isteri terlalu memaksakannya, bisa mengakibatkan penolakan dari sang suami.

Pria/suami misalnya lebih suka berbicara tentang olahraga, tinju, sepak bola, persoalan ekonomi, politik, dsb. Wanita/isteri lebih suka berbicara tentang hubungan antar manusia, keluarga, kesehatan, berat badan, makanan, pakaian, dll. Sehingga obrolan isteri sering kurang menarik bagi suami, atau sebaliknya. Sehingga masing-masing lebih suka memilih teman ngobrol sendiri-sendiri. Dan ngobrol dengan teman sering lebih lama daripada dengan sesama.

Pandangan pria tentang perkawinan juga berbeda dari pandangan wanita tentang perkawinan. Pria memandang perkawinan sebagai salah satu bagian dari kehidupan, yang berdiri di samping dan sejajar dengan kegiatan-kegiatannya yang lain. Sedangkan wanita memandang perkawinan sebagai suatu definisi atas kodratnya. Dengan perkawinan wanita merasa kodratnya terpenuhi, terutama bila ia telah mempunyai anak. 


Timbulnya dorongan sex antara pria dan wanita tidak sama. Dorongan sex pria timbul tiba-tiba oleh rangsangan-rangsangan ekstern misalnya: karena melihat kecantikan seorang wanita, bentuk tubuh yang genit, buah dada, melihat pakaian wanita, alat-alat kecantikan, mencium wangi-wangian yang dipakai, dan lain sebagainya.


Pada wanita dorongan sex timbul perlahan-lahan dan berangsur-angsur. Alasan dorongan sex lebih bersifat internal dari kesadaran bahwa ia dicintai oleh suaminya, rasa aman, rasa diterima, diteguhkan dan dihargai oleh suaminya. 


Ungkapan cinta yang dilahirkan lewat kata-kata manis, cumbu rayu, hadiah dan sebagainya kurang penting bagi pria dan hanya berguna sebagai persiapan pada persetubuhan.

Bagi wanita, ungkapan cinta yang dilahirkan lewat rupa-rupa bentuk kontak dan relasi merupakan unsur yang sangat penting dimana ia mengalami secara riel bahwa ia dicintai.
Keinginan sexual pria dilokalisir pada alat kelaminnya. Tujuannya ialah persetubuhan dan mencapai orgasme. Rangsangan sex wanita tidak dilokalisir pada tempat tertentu, melainkan tersebar luas ke seluruh tubuhnya. Tujuannya bukan terutama mencapai orgasme, melainkan menyatakan cinta dan memperoleh pengalaman bahwa ia dicintai oleh suaminya dengan segenap hati.

Bagi pria hubungan sexual merupakan salah satu peristiwa saja dari sekian banyak peristiwa yang dapat terjadi sepanjang hari sehingga makna hubungan sexual bagi pria meninggalkan bekas yang cukup dangkal, mudah terhapus dan tidak mempengaruhi tingkah laku dan tindakannya yang lain. Lepas dari hubungan sexual, si pria dapat membagi perhatian dan pikirannya kepada hal-hal dan peristiwa lain. Dapat dikatakan cinta sexual pria lebih terikat pada tempat dan waktu. 


Bagi wanita hubungan sexual meninggalkan bekas dan kesan yang lebih mendalam dan sangat mempengaruhi tindakan dan tingkah laku sesudahnya. Daya pengaruh hubungan sexual tersebut tidak terbatas pada tempat dan waktu tertentu saja, melainkan menyebar ke seluruh rentetan peristiwa sepanjang hari dan menentukan tingkah lakunya terhadap peristiwa-peristiwa itu. Seluruh dirinya dikuasai oleh emosi dan perasaan yang ditimbulkan oleh cinta sexual tersebut. 


Pria mengharapkan bahwa seorang isteri mempunyai cinta dan pengabdian penuh terhadap suami. Cinta dan pengabdian yang dimaksudkan itu nampak dalam keinginan agar isteri :



  1. Memelihara, mengurus keperluan pribadi suami (pakaian, makanan, penampilan, dll)
  2. Mengurus rumah agar memiliki iklim kebahagiaan serta kemesraan sehingga menjadi tempat yang menyenangkan dan tenang bagi suami.
  3. Tidak menuntut suami hanya memperhatikan diri dan kepentingan-kepentingannya sendiri.
  4. Menunjukkan tanda-tanda kepastian bahwa isteri mencintai suami melalui ungkapan-ungkapan emosional dan indrawi.
  5. Membantu mendorong dan meningkatkan vitalitas dan keberanian suami dengan menunjukkan sikap bahwa isteri memerlukan suaminya, membutuhkan dukungan, kekuatan suaminya, dll.
  6. Menunjukkan rasa bersatu secara emosional dengan suaminya, dengan cara menanggapi situasi emosional ketika suaminya sedih, gembira, cemas, takut, dll.
  7. Membiarkan dengan penuh pengertian suami mengungkapkan seluruh kepribadiaannya dengan bebas, baik untuk hal-hal yang tidak menyenangkan sehingga suami dapat melepaskan dengan leluasa kejenuhan, rasa sumpek, emosi-emosi kejengkelan, dll.
  8. Memberi kebebasan kepada suami dalam bekerja agar ia menyelesaikan tugas-tugasnya dengan memuaskan.
Pada umumnya seorang wanita mengharapkan bahwa seorang suami menyatakan cinta kepada istrinya tidak hanya secara spiritual, tetapi secara emosional juga. Serta suami hendaknya memberi bantuan dan dukungan emosional terhadap isterinya serta menerima diri isterinya sebagaimana adanya. Harapan-harapan tersebut terwujud dalam keinginan-keinginan antara lain agar suami hendaknya:
  1. Bersikap sebagai ayah, kekasih dan sahabat terhadap isterinya. Sehingga isteri merasa aman di samping suami dan bebas mengungkapkan dirinya karena suami memahami.
  2. Memperhatikan kesejahteraan, kebahagiaan isteri, tidak melukai hati, bersikap jujur, dan dapat dipercaya.
  3. Menunjukkan secara eksplisit melalui sikap dan perbuatan kepastian bahwa kehadiran isteri berarti bagi suami, dan bahwa suami bahagia karena pengabdiannya.
  4. Mencintai dan senang terhadap isterinya mulai dari lingkup jasmaniahnya sampai dengan tingkat spiritual melalui tanda-tanda emosional dan indrawi.
  5. Memberi kebebasan dan kemungkinan berdiri sendiri kepada isteri dalam mengurus rumah tangga dengan tanpa terlalu mencampuri.
  6. Menghargai, membantu, mendorong, dan mendukung apa yang dikerjakan oleh isterinya.
  7. Mengendalikan dan memberi struktur pada emosi isteri melalui sikap rasional.
  8. Lebih kuat dari isteri, berpendirian dan tak menyerah kepada emosi-emosi isteri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar