Rabu, 10 Oktober 2012

Etka Profesi Guru

1. Tugas Orangtua

Tugas pendidikan anak merupakan tugas utama orang tua karena terkandung dalam (inherent) fungsinya  sebagai orang tua. Namun sejalan dengan perkembangan “dunia”, ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, pendidikan anak semakin menjadi kompleks; dan dibebani pula dengan kesibukan orang tua pendidikan anak pun terabaikan. Mulai disadari bahwa pendidikan anak perlu ditangani oleh orang-orang ahli dan professional yang disebut guru.


2. Berdirinya Sekolah

Guru-guru mula-mula membimbing anak-anak yang diserahkan orang tuanya, di rumah-rumah guru-guru itu sendiri. Karena jumlah anak-anak yang dibimbing makin bertambah,  rumah-rumah guru makin sempit, masyarakat mulai membangun sekolah-sekolah yang dalam perkembangan zaman menjadi sebuah organisasi  yang  memiliki struktur dan manajemen, ditangani oleh sejumlah personalia yang profesional: kepala sekolah, guru, wali kelas, dan tenaga-tenaga administratif lainnya, dll. Yang disebut dalam UUGD:  Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Selanjutnya sekolahpun dituntut untuk memiliki sarana dan prasarana yang relevan dengan zaman.


3. Fungsi Sekolah
Sekolah merupakan “sebuah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar, serta tempat menerima dan memberi pelajaran (menurut jurusannya)”,  dan diselenggarakan menurut tuntutan profesionalisme keguruan.
Fungsinya: melayani kebutuhan masyarakat akan pendidikan, mengembangkan,  pengetahuan dan teknologi, serta sebagai agen perubahan masyarakat. Jadi mencakupi fungsi-fungsi: sosial,  psikologis, spiritual, intelektual dan kultural.

4. Guru perlu meng-upgrade diri

Sekolah harus memiliki  3 (tiga) bidang pelayanan: Bidang Administrasi dan Kepemimpinan (Administrasi dan Supervisi),  Bidang Pengajaran (Pengajaran Kurikuler, Pendidikan Karier, Pendidikan Khusus, Pengajaran Remedial), Bidang Pembinaan Siswa (Bimbingan Konseling dan upaya lainnya). Ketiga bidang pelayanan ini harus dilaksanakan seoptimal dan seprofesional mungkin supaya tujuan sekolah dapat tercapai yaitu perkembangan kepribadian anak secara optimal dan menyeluruh. Dan guru sebagai pelaksana pelayanan pendidikan yang utama, harus selalu meng-up to date- kan dirinya,  agar pengetahuan, wawasan dan ketrampilan yang dimilikinya tidak ketinggalan zaman.


5. Guru sebagai panggilan
Guru adalah panggilan karena merupakan perwujudan dari Kej.1:26-31 :
“Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarnya, menurut gambar Allah diciptakannya dia: laki-laki dan perempuan diciptakannya mereka. Allah memberkati mereka: “ Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan takhlukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.

6. Guru sebagai profesi 

Guru sebagai profesi karena guru memberi jasa dan pelayanannya dalam membantu orang tua mendidik anak-anak mereka berdasarkan pengetahuan dan keterampilan dalam disiplin ilmu pendidikan, serta sikapnya sebagai seorang pendidik yang memiliki kompetensi dalam hal pedagogic, kepribadian, sosial dan profesional (UUGD).


7. Pengertian Etika
Secara hurufiah, etika dari bahasa Yunani ethike, techne, berarti sistem standar moral atau nilai yang dianut manusia atau satu masyarakat tertentu.
Maka etika berarti nilai dan norma yang diyakini sekelompok orang yang diterima sebagai pedoman dalam mengarahkan prilaku dan tindakan hidupnya.
Jadi etika adalah pedoman tentang apa yang boleh dibuat dan apa yang tak boleh dibuat.


8. Etos Kerja
Etos, dari bahasa Yunani ethos yang berarti disposisi atau karakter, watak dasar, sikap, kebiasaan, keyakinan, nilai yang dianut seseorang atau suatu masyarakat.
Jadi etos kerja adalah nilai yang melandasi norma-norma sosial tentang kerja. Perwujudan luar etos suatu masyarakat berupa struktur dan norma sosial.


9. Pengertian Profesi
Profesi merupakan terjemahan dari kata pekerjaan. Namun bukan pekerjaan yang hanya bertujuan untuk mencari nafkah, melainkan kegiatan yang ikut mengembangkan kepribadian, aktualisasi diri. Maka profesi berarti Pekerjaan memberikan jasa dan pelayanan bagi kepentingan umum yang dilaksanakan atas dasar pengetahuan, keterampilan dan sikap ilmiah (atas dasar disiplin ilmu). Sehingga profesi berarti pula karir seseorang.

10. Kriteria Profesional
  • Orang-orang profesional mendasarkan keputusannya pada prinsip-prinsip umum. Dengan kata lain, prinsip-prinsip menjadi patokan kerjanya.
  • Orang profesional mencapai status profesionalnya melalui prestasi bukan melalui favoritisme, atau faktor lain yang tak berhubungan dengan pekerjaan.
  • Orang profesional tunduk pada kode etik.
  • Orang profesional bekerja dengan penuh pengabdian (dedication) dan keterikatan (commitment) sehingga dalam setiap bidang orang-orang profesional menggabungkan hidup dan pekerjaannya melalui pengabdian dan keterikatan pribadinya.

11. Kriteria, Dedikasi dan Komitmen
  • Tidak ragu-ragu memandang pekerjaan sebagai bagian dari diri sendiri dan telah menemukan cara-cara untuk menambah makna terhadap pekerjaannya. Bersikap kreatif dan selalu memotivasi diri sendiri. Dalam hal ini, mampu menggunakan kreativitas dan motivasi dirinya untuk menambah gairah terhadap pekerjaan-pekerjaan yang membosankan, dan memecahkan masalah-masalah. Orang profesional mencapai status profesionalnya melalui prestasi bukan melalui favoritisme, atau faktor lain yang tak berhubungan dengan pekerjaan.
  • Orang profesional tunduk pada kode etik. Orang profesional bekerja dengan penuh pengabdian (dedication) dan keterikatan (commitment) sehingga dalam setiap bidang orang-orang profesional menggabungkan hidup dan pekerjaannya melalui pengabdian dan keterikatan pribadinya.

12. Syarat Profesional

.....


13. Dimensi Profesi

1.    Personal
Hubungan pribadi dengan unsur material pekerjaan.
·               Pengembangan kemampuan untuk mewujudkan diri lewat bakat serta kepribadian
·               Jadi profesi adalah ungkapan pribadi

2.    Sosial
·         Profesi senantiasa berhubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan hidupnya.

3.    Religius
Pembaktian hidup melalui profesi mengandung fungsi spiritual
·         Dimensi ini yang melahirkan gagasan tentang etika profesi

14. Guru Profesional
......


15. Etika Profesi
Etika profesi berarti nilai dan norma yang diyakini dan diterima sebagai pedoman dalam mengarahkan prilaku profesi.
Jadi etika profesi adalah pedoman tentang apa yang boleh dibuat dan apa yang tak boleh dibuat ketika seseorang menjalankan profesinya.
Terkait itu selama seseorang menganggap kerja sebagai kegiatan yang terpaksa harus dilakukan untuk mencari rezeki, selama itu etika dan etos kerja serta etika profesi tidak mungkin berkembang.


16. Etika Profesi dan Moral
Kalvinisme berpendapat profesi adalah cara utama orang mengembangkan dirinya dan menyadari bahwa profesi merupakan kegiatan yang bernilai etis-moral. Maka memilih pekerjaan, menyiapkan diri untuk pekerjaan (sekolah, belajar) dan berusaha memajukan kepandaian bekerja, adalah usaha yang bersifat relevan dipandang dari segi etika. Karena manusia diciptakan sebagai citra Allah untuk mengembangkan dunia ini (Kej. 1:26-31), maka cara bekerja kita (rajin, jujur, bersemangat, berencana,…) bersifat baik atau buruk dan bukan netral. 

17. Beberapa Prinsip Etika Profesi 
a.    Menjalankan tugas atas nama masyarakat.

  • Bukan atas nama pribadi untuk memperdagangkan keahlian
  • Bukan untuk kepentingan klien

b.    Membina dan menjaga nilai untuk yang dipercayakan oleh masyarakat (hati nurani rakyat)
- Dokter          →        menjaga hidup
- Ahli hukum →        menjaga keadilan
- Guru             →        mencerdaskan bangsa

c.    Melayani kebutuhan dasar anak, orang tua, dan masyarakat tanpa pamrih, yang tak dapat diukur dengan ukuran ekonomi.


18. Aplikasi Etika Profesi dalam Profesi Guru

1.    Menjalankan tugas atas nama masyarakat.
Tugas diberikan atas dasar kepercayaan, karena :
a. Keahlian         ð                     pengetahuan
                              ð                     Keterampilan
b. Sikap                ð                     berwibawa
                              ð                     berprinsip
                              ð                     komitmen
                              ð                     disiplin
                              ð                     tokoh panutan

2.    Menjaga dan membina nilai luhur yang dipercayakan masyarakat.
a. Kebenaran                  ð         tidak memanipulasi nilai rapor
b. Keadilan                      ð         tak pilih kasih
c. Kejujuran                    ð         tak sok moralis
                                          ð         tak membiarkan murid nyontek
d. Hak asasi                    ð         hak tanya murid
e. Solidaritas sosial       ð         menolong anak yang kekurangan

3.    Mengutamakan kepentingan umum murid :
ð  Menghormati murid sebagai subyek yang belajar
ð  Mengembangkan profesi murid
ð  Mengarahkan murid supaya hidup efektif dan berguna bagi masyarakat



Guru: Lebih meningkatkan Integritas Kepribadian


1. Kegiatan pokok dalam pendidikan adalah: mendidik, mengajar dan melatih. 
Landasan Pendidikan di Indonesia adalah UU dan Peraturan-Peraturan Pemerintah, Menteri dll, tentang pendidikan. UU terakhir tentang Pendidikan adalah UU. RI. No.   20. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Menurut UU. RI. NO. 20. Tahun 2003.
Pendidikan dimaksudkan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Maka berdasarkan  defenisi dalam UU. RI. NO. 20. Tahun 2003 tersebut:
  • Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana yang dilakukan oleh pendidik, guru.
  • Usaha tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran.
  • Suasana dan proses pembelajaran dalam hal ini berfungsi sebagai sarana, dan wahana yang menggerakkan peserta didik dapat belajar secara aktif.
  • Dengan demikian penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran adalah sasaran langsung dari pendidikan.
  • Murid belajar adalah sasaran kedua.
  • Sementara sistem pendidikan yang dianut adalah sekolah aktif.
  • Tujuan dari pendidikan ialah mengembangkan potensi diri murid agar murid-murid memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
  • Murid harus aktif mengusahakan hal-hal tersebut, sebagai subyek yang sedang belajar di bawah bimbingan guru sebagai fasilitator, animator, nara sumber, dll.
2. Pendidikan berlangsung dalam interaksi yang disebut sebagai interaksi pendidikan atau interaksi edukatif. Sementara Interaksi edukatif berkembang dari interaksi manusia, yang terjadi berdasarkan esensi manusia sebagai makhluk berakal budi, dan makluk sosial. Sebagai makluk sosial, manusia selalu berkomunikasi dengan manusia lain. Komunikasi di antara manusia itulah yang menimbulkan interaksi di antara manusia yang disebut interaksi manusiawi.

Namun interaksi antar manusia ini belum dapat disebut sebagai interaksi pendidikan karena interaksi ini tidak memiliki tujuan. Interaksi di antara manusia ini timbul untuk memuaskan motif-motif masing-masing pihak yang terlibat dalam komunikasi. Sedangkan interaksi pendidikan adalah interaksi yang sadar, disengaja dan direncanakan, dan mempunyai tujuan yang mau dicapai yaitu kedewasaan peserta didik, atau murid.

Kedewasaan peserta didik atau murid menurut UU. RI No. 20. Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional, dijabarkan sebagai berikut:
  • Mampu mengembangkan potensi dirinya
  • Memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
  • Berkepribadian,
  • Beraklak mulia, mampu mengendalikan diri,
  • Memiliki kecerdasan
  • Memiliki ketrampilan,
  • Hidup efektif dan berguna bagi dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Selain UU. RI. NO. 20. Tahun 2003. tentang Sistem Pendidikan Nasional, PBB/UNESCO, mengemukakan pula tujuan pendidikan, sebagai berikut, yaitu:
  • learning to know,
  • learning to do,
  • learning to be, dan
  • learning to live together
3. Yang terlibat dalam interaksi edukatif, di satu pihak guru, sebagai orang yang sudah dewasa, dan di lain pihak, murid sebagai peserta didik yang belum dewasa. Dalam interaksi edukatif itu, guru mempunyai fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab, mendidik dan mengajar, sementara murid mempunyai fungsi, peran, tugas dan tanggung jawab sebagai subyek belajar yang sedang belajar. Maka dalam interaksi edukatif terjadi pula interaksi belajar dan mengajar. Dalam interaksi tersebut, pengajaran sebagai medianya; dan yang mengikat guru dan murid  adalah tujuan pendidikan, pengajaran.

Belajar dan mengajar mempunyai dasar-dasar teorinya yang harus diketahui oleh guru agar supaya dia dapat membimbing murid-muridnya dengan baik.

Dan karena kedewasaan yang menjadi tujuan pendidikan itu terjadi dalam interaksi guru-murid, maka pengaruh dari pendidik memainkan peranan yang sangat penting. Pengaruh guru ini berdasar pada integritas kepribadian guru itu yang membuatnya berwibawa. Pengaruh karena kewibawaan yang dimiliki guru itu akan memudahkan dia untuk mengsosialisasi, memberi sugesti dan motivasi, agar murid dapat meniru (imitasi), menginternalisasi dan melakukan identifikasi atas nilai-nilai dan sikap-sikap yang diberikan kepadanya.

4. Integritas berasal dari kata sifat latin integer: utuh, lengkap, komplit, tidak cedera, tidak dirusakkan. Kata benda dari integer adalah Integritas yang berarti keutuhan, kesempurnaan, kebulatan, kemurnian, ketulusan, kejujuran.

Integritas dalam bahasa Inggris disebut Integrity, yang berarti keutuhan, ketulusan hati, kejujuran; mutu dari kekuatan atau kesehatan moral yang konsisten. Dalam bahasa Indonesia, disebut integritas yang berarti  pula kejujuran; mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; wujud keutuhan prinsip moral dan etika.
Kata kerja dari integrity (bahasa Inggris), Integrate yang berarti proses pengkoordinasian dan menyatukan elemen-elemen yang terpisah menjadi satu keseluruhan. Atau berarti pula menjadikan keseluruhan harmonis atau terkoordinasikan dengan cara penyusunan ulang, pengorganisasian, dengan sesekali menambah atau menghapuskan elemen-elemen atau bagian-bagiannya.

Dari pengertian kata integritas diatas kemudian muncul istilah Integration behavioral, atau pengintegrasian tingkah laku yaitu pencampuran, perangkaian atau pengkombinasian sejumlah perilaku terpisah menjadi satu koordinat menyeluruh. Atau suatu kondisi kepribadian atau kondisi dari keseluruhan organisme dalam mana semua sifat atau bagian bekerja sama dalam satu kesatuan secara terkoordinasi.

Maka kepribadian yang memiliki Integritas dapat dikatakan: pribadi yang utuh, seimbang, kongruen, antara apa yang dipikirkan, dirasakan, diyakini dalam hati sesuai atau sama dengan apa yang dikatakan, dilakukan dan dijalankan dengan konsisten.  Jadi integritas dapat pula berarti kebajikan atau nilai-nilai berupa kemurnian, ketulusan hati dan kejujuran yang menjadikannya berwibawa, berpengaruh, digugu, dan ditiru.


Dengan demikian guru yang memiliki integritas adalah guru yang manusiawi dan profesional, yang memiliki kompetensi-kompetensi: pribadi, sosial, pedagogis, profesional, (utuh, seimbang, kongruen, murni, tulus hati dan jujur), bersikap etis dan berpegang teguh pada kode etik dan moral yang menjadikannya berwibawa, berpengaruh, digugu dan ditiru.


5. Secara konkret integritas dapat diwujudkan dalam sikap-sikap sebagai berikut: seorang guru harus bersikap fair, tahu berterima kasih, selalu berkata benar, selalu berusaha/mengejar kesempurnaan, hidup menurut nilai-nilai yang dihayati, memberi perhatian yang penuh terhadap peningkatan kepribadian, merasa bersalah bila, terlalu ingat diri, mampu mengontrol kemarahan, percaya kepada seseorang/murid, tidak ingat diri, memberi dengan tidak mengharapkan pembalasan, merasa bebas dari harapan-harapan orang lain, menerima kelemahan-kelemahan diri, spontan, punya harga diri, tahu akan apa yang dibuat, bisa menghadapi segala ups and down dalam hidup, terbuka dalam relasi dengan orang lain, mempunyai kemampuan untuk mengatur dan mengendali situasi, percaya akan kebaikan manusia lain sebagai hal esensial, menyukai orang lain, berani mengambil resiko mengatakan yang benar kepada orang lain, merasa bebas untuk menyatakan kehangatan persahabatan dengan teman lain, tidak malu dengan emosi-emosinya, menyatakan afeksi dengan tidak mengharapkan balasan, memadu seks dengan cinta, sadar akan kritik sebagai hal yang perlu untuk maju, menyadari bahwa penampilan-penampilan lahiriah bukan sesuatu yang amat penting, mampu mengatakan kelemahan-kelemahan kepada teman lain, merasa bebas untuk mandiri dan memikul resiko-resikonya, bersikap kooperatif, menyadari bahwa tidak semua perbuatan orang lain baik, suka privat, mengabdi pada pekerjaan.


6. Akhirnya jika Anda melakukan setiap tindakan integritas dengan konsisten, tindakan itu akan membuat karakter Anda lebih kuat. Dan ketika Anda meningkatkan kualitas dan kekuatan karakter Anda, setiap bagian lain dari hidup Anda akan meningkat pula. 

Senin, 08 Oktober 2012

Metode Drill

Secara hurufiah Drill berarti latihan yang diulang-ulang dalam waktu singkat. Maka metode Drill yang disebut juga metode latihan adalah suatu metode, cara, teknik atau strategi mengajar dimana siswa diberi latihan dan praktek berulang kali atau kontinyu untuk mendapatkan keterampilan dan ketangkasan praktis yang bersifat permanen atau mantap tentang pengetahuan yang dipelajari.

Secara umum metode Drill biasanya digunakan untuk tujuan agar siswa:
  • memiliki keterampilan motoris/gerak; seperti menghafalkan kata-kata, menulis, mempergunakan alat/membuat suatu benda; melaksanakan gerak dalam olah raga;
  •   mengembangkan kecakapan intelek seperti mengalikan, membagi menjumlahkan, mengurangi, menarik akar dalam hitung mencongak, mengenal benda/bentuk dalam pelajaran statika, ilmu pasti, ilmu kimia, tanda baca, dan sebagainya.
  • memiliki kemampuan menghubungkan antara sesuatu keadaan dengan hal lain, seperti sebab akibat banjir-hujan; antara tanda huruf dan bunyi -ing, -ny dan lain sebagainya; penggunaan lambang/simbol di dalam peta dan lain-lain.
Singkat kata tujuan dari metode drill (latihan siap) adalah untuk melatih kecakapan-kecakapan motoris dan mental untuk memperkuat asosiasi yang dibuat.

Kelebihan Metode Latihan:
  • Peserta didik memperoleh kecakapan motoris, contohnya menulis, melafalkan huruf, membuat dan menggunakan alat-alat.
  • Peserta didik memperoleh kecakapan mental, contohnya dalam perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya.
  • Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.
  • Peserta didik memperoleh ketangkasan dan kemahiran dalam melakukan sesuatu sesuai dengan yang dipelajarinya.
  • Dapat menimbulkan rasa percaya diri bahwa peserta didik yang berhasil dalam belajar telah memiliki suatu keterampilan khusus yang berguna kelak dikemudian hari.
  • Guru lebih mudah mengontrol dan membedakan mana peserta didik yang disiplin dalam belajarnya dan mana yang kurang dengan memperhatikan tindakan dan perbuatan peserta didik saat berlangsungnya pengajaran.
Kelemahan Metode Latihan:
  • Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dari pengertian.
  • Dapat menimbulkan verbalisme, terutama pengajaran yang bersifat menghapal. Dimana peserta didik dilatih untuk dapat menguasai bahan pelajaran secara hapalan dan secara otomatis mengingatkannya bila ada pertanyaan yang berkenaan dengan hapalan tersebut tanpa suatu proses berfikir secara logis.
  • Membentuk kebiasaan yang kaku, artinya seolah-olah peserta didik melakukan sesuatu secara mekanis dan otomatis.
  • Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan, dimana peserta didik menyelesaikan tugas secara statis sesuai dengan apa yang diinginkan oleh guru.
  • Latihan yang terlampau berat akan menimbulkan perasaan benci, baik kepada mata pelajaran maupun kepada gurunya.
  • Latihan yang dilakukan berulang-ulang dengan pengawasan yang ketat dan dalam suasana yang serius mudah sekali menimbulkan kebosanan dan kejengkelan. Akhirnya anak enggan berlatih dan malas atau mogok belajar.
  • Menghambat bakat dan inisiatif siswa, karena siswa lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan jauh dari pengertian.
  • Latihan dan praktek yang tidak diberi bimbingan dan perhatian secara serius dapat menimbulkan kesalahan atau respon yang tidak pada tempatnya
  • Metode latihan menuntut persiapan yang matang dengan pertimbangan memberikan sesuatu yang dibutuhkan oleh siswa.
Pelaksanaan Metode Drill  dilakukan dalam dua tahap:
a. Tahap 1 : Latihan Terkontrol
     Langkah-langkah yang dilakukan oleh guru:
  • memberikan sejumlah latihan soal dan meminta supaya siswa mengerjakannya.
  •  memberi arahan dan petunjuk-petunjuk cara pengerjaan untuk menyelesaikan soal guru.
  • memberi bantuan kepada siswa yang memerlukan bantuan dalam menyelesaikan soal.
  • memberikan jawaban yang benar atas soal tersebut.
b. Tahap 2 : Latihan mandiri
    Langkah-langkah yang dilakukan oleh guru:
  • memberikan beberapa soal.
  • meminta siswa supaya mengerjakan soal tersebut dengan memberikan batas waktu yang cukup.
  • meminta supaya hasil pekerjaan masing-masing siswa dikumpulkan kepada guru
  • menilai hasil pekerjaan siswa
Dalam menggunakan metode drill, perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini:
a. Metode Drill hendaknya digunakan untuk melatih hal-hal yang bersifat motorik, seperti menulis, permainan, pembuatan grafik, kesenian, dsb. Maka gunakanlah latihan ini hanya untuk pelajaran atau tindakan yang dilakukan secara otomatis, yaitu hal yang dilakukan siswa tanpa menggunakan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam, tetapi yang dapat dilakukan dengan cepat seperti gerak refleks saja, misalnya: menghafal, menghitung, lari dan sebagainya.

b. Latihan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan. Latihan pun harus menarik minat dan menyenangkan, serta menjauhkan siswa dari hal-hal yang bersifat keterpaksaan. Dalam hal ini guru hendaknya memperhitungkan waktu/masa latihan yang singkat saja agar tidak meletihkan dan membosankan. Masa latihan dapat menyenangkan dan menarik dan bisa menghasilkan keterampilan yang baik, dapat dilakukan dengan mengadakan latihan ulangan pada kesempatan yang lain atau dengan mengubah situasi dan kondisi untuk menimbulkan optimisme pada siswa.

c. Latihan harus disesuaikan dengan taraf kemampuan siswa. Dalam hal ini guru perlu memperhatikan perbedasan individual siswa; sehingga kemampuan dan kebutuhan siswa masing-masing tersalurkan/dikembangkan. Apabila latihan diberikan secara bersama, latihan harus diikuti dengan latihan individu. Pada umumnya latihan yang diberikan secara perorangan akan lebih baik dari latihan bersama. Sebab, dengan perorangan guru dapat mengetahui kemajuan siswanya, memudahkan mengontrol dan mengoreksi.

d. Selama latihan guru perlu memperhatikanlah kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa. Dengan kata lain harus adanya pengawasan, bimbingan dan koreksi yang segera diberikan oleh guru. Dan hal ini akan memungkinkan siswa untuk segera melakukan perbaikan terhadap kesalahan-kesalahannya. Kesalahan yang umum dilakukan diberi perbaikan secara klasikal, sedangkan kesalahan yang dilakukan secara perorangan dibetulkan secara perorangan pula.

d. Proses latihan hendaknya mendahulukan hal-hal yang esensial dan berguna. Artinya, sesuatu yang dilatihkan harus berarti, menarik dan dihayati murid sebagai kebutuhannya. Hal ini pun penting untuk menghindari latihan tenggelam pada hal-hal yang rendah/tidak perlu/kurang diperlukan. 

f. Sebelum latihan dilaksanakan siswa hendaknya diberi pengertian yang mendalam tentang apa yang akan dilatih dan kompetensi apa saja yang harus dikuasai serta arti dan kegunaannya dalam kehidupan. Tujuan-tujuan tersebut harus dijelaskan kepada siswa sehingga setelah selesai latihan mereka termotivasi untuk mengerjakannya dengan tepat sesuai apa yang diharapkan

g. Bahan yang diberikan dalam latihan diberikan secara teratur, tidak loncat-loncat dan step by step akan lebih melekat pada diri anak dan benar-benar menjadi miliknya. Latihan hendaklah diberikan mulai dari dasar atau dari permulaan. Guru janganlah melangkah ke pelajaran berikutnya dengan mudah sebelum pelajaran yang terdahulu dikuasai dengan benar.

h. Di dalam latihan pendahuluan guru harus lebih menekankan pada diagnosa, karena latihan permulaan itu kita belum bisa mengharapkan siswa dapat menghasilkan keterampilan yang sempurna. Pada latihan berikutnya guru perlu meneliti kesukaran atau hambatan yang timbul dan dialami siswa, sehingga dapat memilih/menentukan latihan mana yang perlu diperbaiki. Kemudian instruktur menunjukkan kepada siswa response/tanggapan yang telah benar dan memperbaiki response-response yang salah. Kalau perlu guru mengadakan variasi latihan dengan mengubah situasi dan kondisi latihan, sehingga timbul response yang berbeda untuk peningkatan dan penyempurnaan kecakapan atau ketrampilannya.

i.Tentang sifat-sifat suatu latihan, setiap latihan harus selalu berbeda dengan latihan yang sebelumnya. Hal itu disebabkan pertama, karena situasi dan pengaruh latihan sebelumnya berbeda dari latihan sesudahnya. Kedua, karena adanya perubahan kondisi/situasi belajar yang menuntut daya tanggap/response yang berbeda pula. Disamping itu, perlu pula disadari bahwa dalam segala perbuatan manusia, kadang-kadang ada keterampilan yang sederhana yang bisa dikuasai dalam waktu singkat, seperti menanak nasi, mengepel lantai,  tetapi sebaliknya ada ketrampilan yang sukar, sehingga memerlukan latihan dengan jangka waktu lama serta latihan yang maksimal, seperti memperbaiki mesin motor, membangun rumah dan sebagainya. Sifat latihan harus mengarah, dari yang bersifat ketepatan ke kecepatan. Kedua hal ini harus dimiliki oleh peserta didik.

Kepustakaan: berbagai buku dan internet.

Apa iya saya begitu?

(Bahan refleksi terhadap pandangan sikap dan perilaku pria dan wanita)




1. Each individual is either man or woman, male or female (Bessler)
Perkataan Bessler di atas menunjukkan bahwa pria dan wanita mempunyai karakter-karakter tertentu yang membuat mereka “berbeda”. Perbedaan tersebut terlihat pada hal-hal fisis dan psikologis.

Teori pertama yang menjelaskan adanya perbedaan pria dan wanita mengatakan bahwa perbedaan pria dan wanita merupakan perbedaan kodrati. Jadi perbedaan-perbedaan tersebut merupakan sifat bawaan yang diperoleh sejak kelahiran.


Aristoteles seorang penganut teori ini mengatakan bahwa struktur biologis manusia mempengaruhi struktur psikologisnya. Perbedaan struktur biologis itulah yang menentukan perbedaan sifat antara pria dan wanita. Sebagai contoh, struktur biologis pria memberi hidup baru atau mengakibatkan terjadinya hidup baru, maka pria bersifat aktif dan agresif. Sedangkan struktur biologis wanita penyiapkan tempat bagi terjadinya hidup baru, maka wanita bersifat pasif dan reponsif. 


Teori kedua berlawanan dengan teori pertama, teori ini mengatakan bahwa perbedaan antara pria dan wanita bukan merupakan perbedaan kodrati. Tetapi perbedaan-perbedaan tersebut terjadi karena pengaruh lingkungan kebudayaan. Jadi perbedaan-perbedaan itu merupakan suatu kebetulan saja menurut waktu dan lingkungan hidup seseorang. Penganut teori ini antara lain Margaret Mead.


Margaret Mead misalnya mengatakan bahwa manusia itu dilahirkan dalam keadaan “Tabula Rasa” atau seperti “Pita Kosong”, ke dalam kaset kosong ini terekamlah pengaruh-pengaruh kebudayaan tertentu, pendidikan tertentu, dsb. Hasil-hasil rekaman itulah yang memperlihatkan perbedaan-perbedaan pria dan wanita.


Teori-teori di atas sebenarnya tidak perlu dipisah-pisahkan. Perkembangan seorang menjadi pria dan wanita, sebenarnya merupakan produk dari interaksi, sekurang-kurangnya dari tiga proses yang saling berinterrelasi, yaitu antara lingkungan dalam seseorang (fisiologis), lingkungan sosio-kultural seseorang, dan perkembangan kemajuan seseorang (psikologis) dari lahir dan seterusnya.


Artinya bahwa perbedaan pria dan wanita bukan karena pengaruh faktor-faktor fisis saja atau hanya karena faktor-faktor psikologis saja atau bukan merupakan hasil dari sosialisasi saja. Melainkan perbedaan antara pria dan wanita merupakan hasil inter-relasi dari pengalaman-pengalaman dalam diri manusia dan pengalaman-pengalaman luarnya (inner and outer experience), dari menjadi feminin atau maskulin, yang berkembang dalam sistem sosial (keluarga dan masyarakat), dari lahir sampai mati.


Oleh karena itu perbedaan-perbedaan antara kedua jenis seks sebenarnya tidak absolut, dan berbeda dari individu ke individu, dari satu tempat ke tempat lain, dan berubah-ubah dari satu masa ke masa lain.

Perbedaan-perbedaan antara pria dan wanita yang ditulis dalam buku ini dikumpulkan dari buku-buku dalam daftar kepustakaan pada halaman akhir. Yang ditulispun sebagian kecil saja, hanya tentang perbedaan-perbedaan yang menyangkut pandangan, sikap, dan tingkah laku.

Perbedaan yang paling pokok antara pria dan wanita pada umumnya terletak pada dominasi ratio dan emosi. Dikatakan bahwa pria lebih rasional, wanita lebih emosional dan intuitif. Hal ini tidak berarti bahwa pria tidak mempunyai perasaan (emosi), dan wanita tidak mempunyai ratio. Tetapi perasaan pria lebih diserap oleh logika dan intelek wanita lebih banyak menunjukkan tanda-tanda emosional.


Pengaruh dominasi ratio dan emosi antara lain terhadap fungsi sekundaris. Fungsi sekundaris adalah tanggapan-tanggapan yang tidak disadari atau yang berada di bawah sadar yang lama sekali mempengaruhi fungsi pikiran, perasaan dan perbuatan manusia. Hal tersebut akan berakibat pada lama pendeknya pengaruh nilai perasaan dari pengalaman-pengalaman terhadap struktur kepribadian manusia.


Dikatakan, bahwa nilai perasaan dari pengalaman-pengalaman pada umumnya lebih lama mempengaruhi struktur kepribadian wanita daripada terhadap struktur kepribadian pria. Bagi wanita umpamanya, kejadiaan-kejadian penting yang diperoleh dari keluarga, lingkungan, yang mengandung unsur emosionalitas yang kuat, seperti trauma-trauma yang dialami selama masa anak-anak akan sangat lama mempengaruhi wanita. Sehingga segenap pengalaman wanita yang sekarang selalu dibanding-bandingkan dengan pengalaman masa lalu di masa mudanya.


Dominasi ratio dan emosi mempengaruhi pula minat terhadap hal-hal teoretis dan abstrak, praktis dan konrit. Wanita lebih tertarik pada hal-hal praktis dan segi-segi kehidupan yang konkrit, segera dan langsung. Misalnya wanita lebih tertarik pada hal-hal rumah tangga, kehidupan sehari-hari dan kejadiaan-kejadiaan di sekitar rumah tangga yang membutuhkan pikiran, perhatian, dan tanggapan yang segera dan langsung. Pria bukannya tidak tertarik pada hal-hal tersebut. Pria tertarik apabila hal-hal itu mengandung latar belakang teoretis yang membutuhkan pemikiran lebih lanjut, atau bila hal-hal tersebut cocok dengan minat dan mempunyai kaitan dengan dirinya.


Minat terhadap hal teoretis dan abstrak menyebabkan pria memperhatikan sesuatu pada hal-hal yang esensial. Pria memperhatiakn sesuatu lebih kritis untuk mencoba membedakan antara yang inti, pokok dan utama dengan hal-hal yang kurang pokok. Sehingga pria condong akan meninggalkan hal-hal yang tidak pokok. 
Wanita memperhatikan sesuatu secara detail, teliti dan akurat. Tak ada hal-hal kecil yang akan dilupakan oleh wanita. Tetapi oleh karena itu, wanita hampir-hampir tak membedakan antara yang inti dan yang tidak pokok.

Pada umumnya pria menghadapi sesuatu dengan penuh pertimbangan dan perhitungan. Akibatnya pria banyak kali bimbang dalam mengambil keputusan dan lamban dalam bertindak. Sedangkan wanita sebaliknya. Apabila ia telah memutuskan dan telah merencanakan untuk melaksanakan sesuatu, pada umumnya ia tak banyak berbimbang hati lagi untuk melaksanakan langkah-langkah selanjutnya. Dengan teguh, berani serta penuh entusiasme ia akan membela, memperjuangkan sikap dan pendiriannya.

Bila ada hal-hal yang kurang beres dan hal-hal tersebut tidak cepat diselesaikan umpamanya, pria bisa tenang menunggu. Wanita gampang menjadi tegang, bingung, takut, kecil hati dan impulsif. Pada hal-hal seperti itu wanita membutuhkan bantuan, dukungan dan perlindungan sehingga kadang-kadang wanita kecewa terhadap pria, umpamanya suami, yang nampaknya tidak tanggap dan reaksinya lamban.

Oleh karena penuh pertimbangan dan perhitungan, pria nampak lebih reserved dan tidak spontan dalam pergaulan. Wanita nampak lebih mudah keluar dari dirinya, terbuka dan spontan terhadap orang lain.

Keterlibatan wanita terhadap masalah orang lain misalnya, lebih besar daripada pria. Namun wanita menghadapi perkara orang lain tersebut dengan simpati. Sehingga wanita gampang memihak dan menghadapi perkara orang lain secara totaliter, didorong oleh afeksi dan sentimen yang bersifat subjektif.

Oleh karena itu, di satu pihak wanita akan memberikan seluruh kepribadiannya kepada orang lain. Tetapi di lain pihak bila ia kecewa, kecewanya dalam sekali. Atau jika seorang wanita tidak menyukai dan membenci seseorang, umpamanya, wanita cenderung menolak, menghukum, mengadili semua tingkah laku orang yang dibencinya. Semua yang keluar dari orang itu, baik atau buruk akan diterima dnegan prasangka dan antipati.


Pria menghadapi perkara orang lain lebih empatik sehingga ia tak gampang memihak serta mencampuri perkara orang lain. Dengan pertimbangannya pria bisa lebih objektif dan membuat garis pemisah yang lebih jelas antara kehidupan psikis dan kehidupan indrawi, antara interese pribadi dan kewajiban yang formal sehari-hari. Pria bisa membedakan antara person/pribadi orang yang melakukan sesuatu dengan tingkah laku dan perbuatan orang itu. Sehingga dalam menghadapi sesuatu pria dapat lebih otonom. Dan ia tetap netral dan bebas sebagai peninjau, penilai, dan penasihat terhadap masalah orang lain.


Wanita akan menyerahkan dirinya secara total, dengan seluruh jiwa dan raganya terhadap keluarga: suami, anak, dan anggota keluarga yang lain. Dan bila berhadapan dengan penderitaan yang sifatnya laten, terutama penderitaan-penderitaan suami, anak-anak dan keluarganya, wanita akan tabah sekali. 
Sedangkan pria, sambil memperhatikan orang-orang yang dicintai: isteri, anak-anak dan anggota keluarga yang lain, pria pun akan secara bulat memperhatikan, memikirkan dan bergulat dengan cita-cita dan pekerjaannya. Di samping keluarga pekerjaan bagi pria merupakan hal yang nomor satu pula. Pria hidup untuk pekerjaannya. Sebaliknya wanita hidup untuk keluarganya.

Pandangan wanita terhadap dunia lebih riil daripada pria. Wanita memandang dunia dan hidup apa adanya. Pria menganggap dunia sebagai obyek, sebagai ruang untuk bekerja dan berprestasi. 
Berkaitan dengan ini pria lebih cenderung berperan sebagai subyek, memerintah dan mengontrol dunia ini. Pokoknya pria akan berperan aktif di dunia ini sebagai pengambil inisiatif untuk memberikan stimulan dan pengarahan bagi kehidupan. Maka kegiatan pria lebih bersifat ekspansif dan agresif, penuh daya serang untuk menguasai situasi dan ruang lingkup hidupnya. Wanita di pihak lain biasanya tidak agresif. Wanita lebih pasif. Peran wanita di dunia lebih sebagai pelindung, pemelihara, penjaga barang-barang dan manusia lain. Sehingga fungsi keibuan wanita tidak hanya terhadap manusia, tetapi juga terhadap barang-barang. 

Pandangan dan sikap pria dan wanita terhadap dunia seperti tertulis di depan sebenarnya lebih berupa pandangan dan sikap yang diperoleh dari stereotip kebudayaan. Namun pandangan tersebut mempengaruhi sefl-esteem dan self-confident serta ketakutan terhadap sukses di antara pria dan wanita.


Dikatakan bahwa self-esteem dan self-confident wanita lebih rendah daripada self-esteem dan self-confident pria. Tingginya self-esteem dan self-confident wanita sangat tergantung pada penghargaan dan restu yang diperoleh wanita dari orang-orang yang dicintai dan dihormatinya. Sedangkan tingginya self-esteem dan self-confident pria sangat tergantung pada prestasi yang diperoleh.


Sementara itu ketakutan terhadap sukses pun lebih tinggi pada wanita daripada pria. Salah satu faktor penyebabnya pun adalah faktor tereotip kebudayaan, di mana kesuksesan yang lebih harus diberikan kepada pria, baru sesudahnya kepada wanita. Dalam kompetisi keunggulan dan prestasi antara pria dan wanita, wanita lebih senang memilih mengalah daripada menang terhadap pria.


Pandangan bahwa pria adalah subjek yang mengatur dan mengontrol dunia mempunyai dampak pula terhadap minat dan pekerjaan. Pria cenderung lebih berminat terhadap politik daripada wanita. Wanita cenderung memilih pekerjaan-pekerjaan yang banyak mengandung unsur relasi emosional seperti misalnya menjadi guru, perawat, pekerja sosial, dokter, bekerja dalam bidang seni dan lain-lain.


Dalam aktivitas hidup sehari-hari wanita lebih sibuk dari pria. Wanita sebenarnya membenci kehambaran. Untuk waktu luangnya wanita akan sibuk dengan pekerjaan-pekerjaan ringan misalnya: menyulam, merajut, membuat kue, menanam bunga dan lain-lain. Pria sebaliknya pada waktu senggangnya, ia lebih memilih istirahat. 
Pria/suami lebih suka melakukan kegiatan daripada bicara. Sedangkan isteri lebih suka pembicaraan yang intim, dari hati ke hati. Bagi isteri pembicaraan dari hati ke hati memberi kepuasan emosi. Sedangkan bagi suami bila isteri terlalu memaksakannya, bisa mengakibatkan penolakan dari sang suami.

Pria/suami misalnya lebih suka berbicara tentang olahraga, tinju, sepak bola, persoalan ekonomi, politik, dsb. Wanita/isteri lebih suka berbicara tentang hubungan antar manusia, keluarga, kesehatan, berat badan, makanan, pakaian, dll. Sehingga obrolan isteri sering kurang menarik bagi suami, atau sebaliknya. Sehingga masing-masing lebih suka memilih teman ngobrol sendiri-sendiri. Dan ngobrol dengan teman sering lebih lama daripada dengan sesama.

Pandangan pria tentang perkawinan juga berbeda dari pandangan wanita tentang perkawinan. Pria memandang perkawinan sebagai salah satu bagian dari kehidupan, yang berdiri di samping dan sejajar dengan kegiatan-kegiatannya yang lain. Sedangkan wanita memandang perkawinan sebagai suatu definisi atas kodratnya. Dengan perkawinan wanita merasa kodratnya terpenuhi, terutama bila ia telah mempunyai anak. 


Timbulnya dorongan sex antara pria dan wanita tidak sama. Dorongan sex pria timbul tiba-tiba oleh rangsangan-rangsangan ekstern misalnya: karena melihat kecantikan seorang wanita, bentuk tubuh yang genit, buah dada, melihat pakaian wanita, alat-alat kecantikan, mencium wangi-wangian yang dipakai, dan lain sebagainya.


Pada wanita dorongan sex timbul perlahan-lahan dan berangsur-angsur. Alasan dorongan sex lebih bersifat internal dari kesadaran bahwa ia dicintai oleh suaminya, rasa aman, rasa diterima, diteguhkan dan dihargai oleh suaminya. 


Ungkapan cinta yang dilahirkan lewat kata-kata manis, cumbu rayu, hadiah dan sebagainya kurang penting bagi pria dan hanya berguna sebagai persiapan pada persetubuhan.

Bagi wanita, ungkapan cinta yang dilahirkan lewat rupa-rupa bentuk kontak dan relasi merupakan unsur yang sangat penting dimana ia mengalami secara riel bahwa ia dicintai.
Keinginan sexual pria dilokalisir pada alat kelaminnya. Tujuannya ialah persetubuhan dan mencapai orgasme. Rangsangan sex wanita tidak dilokalisir pada tempat tertentu, melainkan tersebar luas ke seluruh tubuhnya. Tujuannya bukan terutama mencapai orgasme, melainkan menyatakan cinta dan memperoleh pengalaman bahwa ia dicintai oleh suaminya dengan segenap hati.

Bagi pria hubungan sexual merupakan salah satu peristiwa saja dari sekian banyak peristiwa yang dapat terjadi sepanjang hari sehingga makna hubungan sexual bagi pria meninggalkan bekas yang cukup dangkal, mudah terhapus dan tidak mempengaruhi tingkah laku dan tindakannya yang lain. Lepas dari hubungan sexual, si pria dapat membagi perhatian dan pikirannya kepada hal-hal dan peristiwa lain. Dapat dikatakan cinta sexual pria lebih terikat pada tempat dan waktu. 


Bagi wanita hubungan sexual meninggalkan bekas dan kesan yang lebih mendalam dan sangat mempengaruhi tindakan dan tingkah laku sesudahnya. Daya pengaruh hubungan sexual tersebut tidak terbatas pada tempat dan waktu tertentu saja, melainkan menyebar ke seluruh rentetan peristiwa sepanjang hari dan menentukan tingkah lakunya terhadap peristiwa-peristiwa itu. Seluruh dirinya dikuasai oleh emosi dan perasaan yang ditimbulkan oleh cinta sexual tersebut. 


Pria mengharapkan bahwa seorang isteri mempunyai cinta dan pengabdian penuh terhadap suami. Cinta dan pengabdian yang dimaksudkan itu nampak dalam keinginan agar isteri :



  1. Memelihara, mengurus keperluan pribadi suami (pakaian, makanan, penampilan, dll)
  2. Mengurus rumah agar memiliki iklim kebahagiaan serta kemesraan sehingga menjadi tempat yang menyenangkan dan tenang bagi suami.
  3. Tidak menuntut suami hanya memperhatikan diri dan kepentingan-kepentingannya sendiri.
  4. Menunjukkan tanda-tanda kepastian bahwa isteri mencintai suami melalui ungkapan-ungkapan emosional dan indrawi.
  5. Membantu mendorong dan meningkatkan vitalitas dan keberanian suami dengan menunjukkan sikap bahwa isteri memerlukan suaminya, membutuhkan dukungan, kekuatan suaminya, dll.
  6. Menunjukkan rasa bersatu secara emosional dengan suaminya, dengan cara menanggapi situasi emosional ketika suaminya sedih, gembira, cemas, takut, dll.
  7. Membiarkan dengan penuh pengertian suami mengungkapkan seluruh kepribadiaannya dengan bebas, baik untuk hal-hal yang tidak menyenangkan sehingga suami dapat melepaskan dengan leluasa kejenuhan, rasa sumpek, emosi-emosi kejengkelan, dll.
  8. Memberi kebebasan kepada suami dalam bekerja agar ia menyelesaikan tugas-tugasnya dengan memuaskan.
Pada umumnya seorang wanita mengharapkan bahwa seorang suami menyatakan cinta kepada istrinya tidak hanya secara spiritual, tetapi secara emosional juga. Serta suami hendaknya memberi bantuan dan dukungan emosional terhadap isterinya serta menerima diri isterinya sebagaimana adanya. Harapan-harapan tersebut terwujud dalam keinginan-keinginan antara lain agar suami hendaknya:
  1. Bersikap sebagai ayah, kekasih dan sahabat terhadap isterinya. Sehingga isteri merasa aman di samping suami dan bebas mengungkapkan dirinya karena suami memahami.
  2. Memperhatikan kesejahteraan, kebahagiaan isteri, tidak melukai hati, bersikap jujur, dan dapat dipercaya.
  3. Menunjukkan secara eksplisit melalui sikap dan perbuatan kepastian bahwa kehadiran isteri berarti bagi suami, dan bahwa suami bahagia karena pengabdiannya.
  4. Mencintai dan senang terhadap isterinya mulai dari lingkup jasmaniahnya sampai dengan tingkat spiritual melalui tanda-tanda emosional dan indrawi.
  5. Memberi kebebasan dan kemungkinan berdiri sendiri kepada isteri dalam mengurus rumah tangga dengan tanpa terlalu mencampuri.
  6. Menghargai, membantu, mendorong, dan mendukung apa yang dikerjakan oleh isterinya.
  7. Mengendalikan dan memberi struktur pada emosi isteri melalui sikap rasional.
  8. Lebih kuat dari isteri, berpendirian dan tak menyerah kepada emosi-emosi isteri.